PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mempelajari Hukum Islam, diperlukan berbagai sumber yang digunakan untuk menelaah agama Islam secara lebih mendalam. Sumber hukum Islam sendiri ada 3 macam yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. Ketiga sumber tersebut semuanya digunakan untuk saling melengkapi dan menjelaskan hal-hal yang sekiranya kurang jelas dalam salah satu sumber.
Segala permasalahan yang akan dibahas pasti akan mengacu pada sumbernya terlebih dahulu. Untuk mempelajari permasalahan, haruslah diketahui berbagai karakteristik yang dimiliki ketiga sumber hukum Islam. Oleh kerena itu, perlu diperjelas mengenai ketiga sumber hukum Islam guna menelaah permasalahan-permasalahan lainnya seperti demokrasi dalam Islam dan Hak Asasi Manusia.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah yang berjudul Perspektif Islam tentang Hukum, HAM, dan Demokrasi ini mengangkat masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep hukum Islam?
2. Apasajakah sumber hukum dalam Islam?
3. Bagaimana prinsip hukum Islam?
4. Bagaimana perkembangan hukum Islam di Indonesia?
5. Bagaimanakah Hak Asasi Manusia manurut ajaran Islam?
6. Bagaimanakah demokrasi dalam Islam?
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui konsep hukum Islam
2. Mengetahui sumber-sumber hukum dalam Islam
3. Mengetahui prinsip hukum Islam
4. Mengetahui perkembangan hukum Islam di Indonesia
5. Mengetahui Hak Asasi Manusia manurut ajaran Islam
6. Mengetahui demokrasi dalam Islam
PEMBAHASAN
A. Konsep Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian dari ajaran Islam. Ada dua Istilah yang berhubungan dengan hukum Islam. Pertama syari’at, kedua fiqih. Syari’at merupakan hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah SWT. Sementara fiqih merupakan hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja. Hukum ini dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad. Hasil pengembangannya inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqih.
Hukum Islam kategori syari’at bersifat konstan, tetap, maksudnya tetap berlaku di sepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang menyesuaikan dengan syari’at. Sedangkan hukum Islam kategori fiqih bersifat fleksibel, elastis, tidak (harus) berlaku universal, mengenal perubahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Adapun tujuan ditetapkannya hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia, maupun kemaslahatan di akhirat nanti. Apabila dirinci, maka tujuan ditetapkannya hukum Islam ada lima, yakni:
1. Memelihara kemaslahatan agama
2. Memelihara jiwa
3. Memelihara akal
4. Memelihara keturunan
5. Memelihara harta benda
B. Sumber Hukum Islam
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a (baca), artinya “bacaan” yaitu kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Ada juga yang berpendapat bahwa “Qur’an” merupakan kata sifat dari “Al-qar’u” yang berarti “Al-jam’u” (kumpulan), karena Al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat yang memuat kisah, perintah, dan larangan, selain itu juga karena Al-Qur’an mengintisarikan dari kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat, Zabur, dan Injil).
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam mempunyai beberapa nama. Nama-nama tersebut antara lain:
a. Al-Kitab atau Kitab Allah merupakn sinonim dari perkataan Al-Qur’an.
b. Al-Furqon, artinya pembeda. Ia merupakan pembeda antara yang benar dan yang batil.
c. Al-Dzikr, artinya peringatan.
d. Selain tiga nama tersebut masih ada nama-nama lain untuk Aqur’an, yakni al-Nur, al-Rahman, al-Syifa’, al-Mauidzah, al-Hukm, al-Qaul, al-Naba’, al-‘Adzim, Ahsan al-Hadist, al-Matsany, al-Tanzil, al-Ruh, al-Bayan, al-Wahy wa al-Bashir, al-Ilm, al-Haqq, al-Shidq, al-Amr, al-Basyar, dan al-Balagh.
Fungsi Al-Qur’an antara lain: Al-Huda (petunjuk), Al-Syifa’ (obat), Al-Mauidzah (nasehat).
2. Sunnah
Secara etimologi, “sunnah” berarti “jalan yang biasa dilalui”, “cara yang biasa dilakukan”, “kebiasaan yang selalu dilaksanakan”. Secara terminologi, sunnah (menurut ulama ushul fiqh) adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun persetujuan/penetapan (taqrir). Ada beberapa istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan sunnah, antara lain:Hadist, Khobar, dan Atsar.
Sebagai sumber hukum kedua, sunnah mempunyai tiga fungsi:
a. Bayan ta’kid, sebagai penetap dan menegaskan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
b. Bayan tafsir, berfungsi sebagai penjelas, atau memperinci atau membatasi yang secara umum dijelaskan Al-Qur’an.
c. Bayan Tasyri’, sunnah berfungsi menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Hadist dapat digolongkan menjadi beberapa bagian:
Ditinjau dari segi bentuknya
(1) Hadist qauli: berupa ucapan Nabi, (2) Hadist fi’li: berupa perbuatan Nabi, (3) Hadist taqriri: berupa ketetapan Nabi
Ditinjau dari segi jumlah orang yang meriwayatkannya
(1) Hadist mutawatir, (2) Hadist masyur, (3) Hadist ahad
Ditinjau dari segi kualitasnya
(1) Hadist shahih, (2) Hadist hasan, (3) Hadist dhaif, (4) Hadist maudhu’.
3. Ijtihad
Ijtihad berarti “mencurahkan segala kemampuan” dan “memikul beban”. Secara terminologi, berarti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan kaum syara’ (hukum Islam) tentang suatu masalah dari ijtihad merupakan suatu upaya (metode) para ulama dalam secara rinci tidak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah. Beberapa metode (ijtihad) yang digunakan ulama dalam memutuskan suatu hukum:
(a) Ijma’, (b) Qiyas, (c) Istislah, (d) Istihsan, (e) ‘Urf, (f) Sad al-zahiriyah, (g) Istishab, (h) Madzab Shahabi, (i) Syar’u man qablana.
Al-Syaukani (1992:297-302) menandaskan bahwa untuk melakukan ijtihad harus memenuhi persayaratan-persyaratan, antara lain:
a. Memahami betul Al-Qur’an dan hadist
sumber (dalil) hukum yang tafsili/rinci (Al-Qur’an dan Sunnah). Dengan demikian dapat dipahami b. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ (kesepakatan)
c. Menguasai bahasa Arab secara komprehensif
d. Menguasai ilmu ushul al-fiqh
e. Memiliki pengetahuan di bidang Nasikh-Mansukh(konsep pembatalan hukum)
C. Prinsip Hukum Islam
Menurut Hasby Al-Shidiqqi ada 5 prinsip yang menjadi batu pijakan hukum Islam:
1. Persamaan
2. Kemaslahatan
3. Keadilan
4. Tidak memberatkan
5. Tanggung jawab
Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama hukum Islam adalah untuk mencegah kerusakan (mafsadah) dan mendatangkan kemaslahatan (maslahah) secara pribadi dan masyarakat (Ash-Shiddiqi, 1997:99). Mengatur tata kehidupan mereka, baik kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat, dan bernegara (Mahfudz, 1994:4)
D. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
1. Fase Pra Pemerintahan Hindia Belanda
Hukum Islam pada masa kerajaan Islam dipakai sebagai hukum kerajaan yang berlaku di daerah kekuasaannya masing-masing. Keberadaan hukum Islam saat itu belum tertulis seperti layaknya kitab perundang undangan dewasa ini, akan tetapi ia menjadi hukum yang hidup yang berkembang alamiah, berlaku dan ditaati oleh masyarakat Islam. Hukum yang berlaku pada fase ini meliputi hukum keluarga, perkawinan, waris, hibah dan wakaf, transaksi jual beli, dan pengakuan perlayaran (Harahap, 1994:97).
2. Fase Pemerintah Hindia Belanda
Sebagai bangsa yang menganut agama Kristen, Belanda juga berusaha memasukkan misi suci menyebarkan agama Kristen. Hukum Islam yang boleh berlaku di masyarakat saat itu tak lebih dari hukum yang mengatur persoalan keluarga. Keberadaan hukum Islam pada masa kolonial Belanda telah diakui eksistensinya sebagai hukum positif yang berlaku bagi umat Islam Indonesia sejajar dengan hukum adat, meskipun ruang lingkupnya masih sangat terbatas.
3. Fase Pasca Kemerdekaan
Pada fase ini bisa dikatakan bahwa hukum Islam belum bisa diterima dengan baik oleh pemerintah. Hal ini bisa dilihat misalnya pada PP. No. 45 Tahun 1957 dimana diterangkan bahwa kewenangan PA tetap terbatas seperti yang digariskan Staatsblaad 1937 No.116, yakni PA tidak bisa mengadili sengketa waris, PA ditempatkan dibawah pengawasan PN, dan putusan PA tidak dapat dieksekusi tanpa persetujuan PN.
4. Fase Orde Baru
Hukum Islam menduduki posisi yang sejajar dengan hukum positif. Beberapa contoh kesejajaran hukum Islam dan Peradilan Agama bisa dilihat sebagai berikut.
a. UU No. 14 Tahun 1970. Pada pasal 10 dijelaskan bahwa PA memiliki kewenangan yang sama dengan PN sebagai judicial power (kekuasaan kehakiman)
b. UU NO. 14 Tahun 1974 tentang perkawinan. UU ini menegaskan kembali keberadaan PA yang sejajar dengan PN sebagai kekuasaan kehakiman sekaligus berlakunya hukum Islam dalam persoalan perkawinan.
c. UU No. 7 Tahun 1989. UU ini memberikan kewenangan tambahan PA bukan saja mengurusi persoalan perkawinan, akan tetapi juga persoalan waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah.
Melihat perkembangan hukum Islam sebagaimana dijelaskan di depan, dapat dikatakan bahwa hukum Islam merupakan bagian dari sistem tata hukum nasional yang sebagian telah dimuat dalam hukum positif dan akan tetap berperan sebagai contribution factor dalam pembangunan kodifikasi hukum nasional.
E. Hak Asasi Manusia Menurut Ajaran Islam
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat secara eksistensial dalam identitas kemanusiaan. Tanpa HAM, identitas kemanusiaan itu menjadi tidak berarti atau malah dianggap tidak ada sama sekali. Di mana dan kapanpun, manusia menyandang hak-hak asasinya itu sejak lahir.
Pemikiran barat yang berkembang selama ini sangat mementingkan individu. Akibatnya, pola pikir manusia lebih difokuskan pada hak-hak asasi daripada kewajiban-kewajibannya. Para ahli pikir barat tampaknya sangat dipengaruhi oleh pandangan individualisme, sehingga hak-hak asasi manusia dianggap lebih utama dari kewajiban-kewajibannya. Akibat dari pandangan ini manusia lebih banyak menuntut hak-haknya daripada memenuhi kewajibannya.
Berbeda dengan pendekatan barat, antara hak dan kewajiban, Islam lebih mengedepankan kewajiban daripada hak. Setelah kewajiban dikerjakan terlebih dahulu, barulah boleh menuntut haknya, karena hak lahir dari kewajiban yang dikerjakan. Seseorang berhak menuntut hak-haknya setelah kewajiban-kewajibannya ditunaikan.
Dengan adanya kewajiban manusia, berarti manusia tidak bebas dalam menjalani kehidupannya di dunia. Secara garis besar, kewajiban manusia itu adalah:
1. Kewajiban terhadap Allah.
2. Kewajiban terhadap diri sendiri.
3. Kewajiban terhadap keluarga.
4. Kewajiban terhadap tetangga.
5. Kewajiban terhadap buruh.
6. Kewajiban terhadap harta.
7. Kewajiban terhadap negara.
8. Kewajiban terhadap lingkungan hidup.
Kewajiban-kewajiban tersebut tidak hanya menimbulkan hak bagi individu melainkan juga akan memperoleh pahala kelak di akhirat. Pahala itu merupakan hak yang diperolehnya dari kewajiban yang ditunaikannya. Berikut ini merupakan delapan hak yang dimiliki manusia sebagai pemberian dari Allah SWT:
1) Hak untuk hidup
2) Hak memperoleh keselamatan dalam hidup
3) Penghormatan terhadap kesucian wanita
4) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
5) Hak memperoleh kebebasan
6) Hak memperoleh keadilan
7) Kesamaan derajat manusia
8) Hak untuk bekerja sama atau tidak bekerja sama
Tabel 2.6.1 Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
Kemuliaan Hak-hak pribadi Kebebasan
Pribadi
Masyarakat
Politik Persamaan
Martabat
Kebebasan Beragama
Berpikir
Menyatakan pendapat
Berbeda pendapat
Memiliki harta benda
Berusaha
Memilih pekerjaan
Memilih tempat kediaman
F. Demokrasi dalam Islam
Kata “demokrasi” terdiri dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos/cratia yang berarti kekuasaan/pemerintahan di tangan rakyat. Esposito dan Piscatori (dalam Eko Taranggono, 2002) mengidentifikasi adanya tiga varian pemikiran mengenai hubungan Islam dan demokrasi, yaitu:
1) Islam menjadi sifat dasar demokrasi, karena konsep syura, ijtihad, dan ijma’ merupakan konsep yang sama dengan demokrasi.
2) Islam tidak berhubungan dengan demokrasi. Menurut pandangan ini, kedaulatan rakyat tidak bisa berdiri di atas kedaulatan Tuhan, juga tidak bisa disamakan antara muslim dan non muslim dan antara laki-laki dengan perempuan. Ini bertentangan dengan equalitynya demokrasi.
3) Theodemocracy yang diperkenalkan oleh Al-Maududi yang berpandangan bahwa Islam merupakan dasar demokrasi. Meskipun kedaulatan rakyat tidak bisa bertemu dengan kedaulatan Tuhan, tetapi perlu diakui bahwa kedaulatan rakyat merupakan subordinasi kedaulatan Tuhan.
Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu: musyawarah (syura), kesepakatan (ijma), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihad). Ijtihad ialah mencurahkan seluruh kemampuan berpikir untuk menentukan hukum suatu perkara berdasarkan Al-qur’an atau Sunnah Rasulullah SAW.
Demokrasi dalam Islam bukan semata-mata suara rakyat, tetapi suara rakyat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Sepanjang suara rakyat itu sesuai dengan aturan agama, maka Islam dapat menerimanya.sebaliknya jika tidak sesuai dengan aturan agama, maka Islam tidak dapat menerimanaya sekalipun itu merupakan aspirasi orang banyak
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ø Mustahiq Zakat adalah orang yang berhak menerima zakat.
Ø Ada 8 asnaf (golongan):
1. Fakir
2. Miskin
3. ’Amil (petugas zakat)
4. Muallaf
5. Riqab
6. Ghorim
7. Fisabilillah
8. Ibnu sabil
Zakat dapat diberikan oleh muzakki atau orang yang memberikan zakat kepada mustahiq secara langsung atau bisa pula melalui badan amil zakat yang dikelola oleh pemerintah.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan yang pemakalah miliki. oleh sebab itu, pemakalah meminta kritikan dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://aminnatul-widyana.blogspot.com/2011/07/perspektif-islam-tentang-hukum-ham-dan.html
2. http://xa.yimg.com/kq/groups/24815031/118355290/name/MAKALAH+fiqih+zakat+dan+waqaf+DH!_Y@.doc