Sabtu, 01 Januari 2011

Cerpen: Ku Ingin Kau, Alina!




Tidak seperti hari-hari biasanya, kali ini tampak berbeda, tidak seceria hari-hari yang lalu. Dia terlihat murung, sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang mungkin sangat mengganggunya, dan sepertinya dia ingin untuk segera menyelesaikannya. Bayang tubuhnya yang berada dipinggir danau itu, seperti siluet yang hanya menampakkan warna gelap dan terang. Dan memang, sosok tubuh itu, kini sedang berada dalam sebuah masalah yang membuatnya merasa perlu untuk menyendiri, sepi, tanpa ada yang mengusiknya, sosok itu bernama Robby.
Ada satu hal yang membuatnya merasa bingung dengan apa yang kini sedang di rasakannya. Ya, perasaan yang tumbuh di dalam hatinya, terutama sejak dia mengenal sosok gadis itu, Alina Widiastuti. Itulah yang jadi pokok permasalahannya yang kini sedang dihadapinya, kini, sepertinya virus merah jambu itu telah menghinggapi hatinya. Asyik dalam lamunannya, tanpa disadari, seseorang  menyapanya dari belakang, suaranya sangat lembut dan merdu terdengar ditelinganya dan Robby tahu suara siapa itu, yang membuat jantungnya berdegup kencang,  Alina.
“Assalamu’alaikum..”
“O.. Oh..Wa.. wa’alaikumsalam..” balas Robby tergagap, tak disangka wanita yang sedang dipikirkannya kini muncul dihadapannya.
“Sedang apa Mas berada disini? Sendirian lagi..”
“Enggak, enggak sedang apa-apa koq, Cuma sedang menikmati pemandangan saja.” Ungkap Robby berusaha menutupi rasa gugupnya. “Lina sendiri, sedang apa berada disini?” Robby balik bertanya.
“Aku, hanya kebetulan lewat saja, habis mengantar adik, ini baru mau pulang..”
“Ohh…”
“Kalau begitu, saya permisi pamit pulang dulu Mas, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.. hati-hati dijalan.”  
“Ya.. “ ucap Alina sembari berpaling dan berjalan pulang. Sedangkan Robby, hanya sanggup memandanginya hingga gadis itu hilang di tikungan jalan.
Entah kenapa, semenjak dia bertemu gadis berkerudung yang baru dikenalinya selama 3 bulan itu, telah berhasil membuat egonya luntur. Dia ingat, dulu teman-temannya khususnya wanita sering menjulukinya ‘Pangeran Tak Berhati’, hal itu karena dia tidak pernah bergaul dengan para teman wanitanya, tapi kini, dia justru terpikat pada gadis itu. Heran juga, hanya berbicara sekejap saja, telah berhasil membuatnya grogi menghadapi lawan bicaranya barusan.
Senja telah beranjak turun, matahari tampak enggan untuk kembali menampakkan sinar dan panasnya, Robby bangkit dan sebentar menyapu pandangannya, untuk kemudian bergegas pulang.
***
Malam ini seperti biasa, Robby asik menyendiri  dalam kamar pribadinya, kamar dengan ukuran 3x4 yang berisi dengan beragam ornamen dan barang-barang yang menghiasinya. Sedangkan pemuda ini sibuk melakukan browsing internet, namun, tidak seperti biasanya bila sedang berselancar di internet, yakni meng-update status di wall Facebook miliknya, atau hanya sekedar mengomentari wall teman dunia mayanya. Kali ini Robby terlihat sangat serius mencari-cari sesuatu, yaitu trik untuk melakukan PDKT.
Dalam pikirannya kini, yang terlintas hanyalah bagaimana caranya untuk mendapatkan hati pujaannya, Alina, si gadis berkerudung. Namun, dari semua hasil pencarian di mesin pencari, tidak ditemukannya satupun cara yang dirasanya cocok. Hal ini membuatnya semakin bingung , namun tidak untuk waktu yang lama.
“Apakah aku harus jujur  tentang perasaanku padanya? Tapi, bagaimana caranya?” pertanyaan itu mengalir dari bibirnya bagaikan pertanyaan yang diajukan untuk dirinya sendiri. Tanpa disadari olehnya, tiba-tiba  pintu kamarnya diketuk.
“Tok.. tok.. tok..! Rob, Robby..!” terdengar suara mamanya memanggil, segera Robby bangkit dari kursi malasnya dan membuka pintu kamarnya.
“Ada apa Ma?” Tanya Robby setelah membuka pintu dan melihat mamanya berdiri didepan pintu.
“boleh mama masuk?”
Robby hanya menganggukkan kepalanya.
“Apa mama enggak ganggu kamu Rob?” pertanyaan itu meluncur bersamaan dengan sapuan pandangan mamanya didalam kamar .
“Oh, enggak kok Ma, Mama enggak ganggu, cuma.. Robby heran aja dengan kedatangan Mama.”
“Justru mama yang heran sama tingkah laku kamu, khususnya akhir-akhir ini.” ucap mamanya berkomentar.
“Ehm.. maksud Mama? Robby kurang mengerti dengan ucapan Mama..”
Mama menghela nafas, sambil melangkah mendekati tempat tidur anak semata wayangnya. Kemudian melanjutkan kalimatnya.
“Robby, Robby.. kamu pikir mama tidak tahu kalau anak mama sedang ada masalah? Katakan, apa masalah kamu.. hmm.” tanya mama menyelidik.
“Ma, masalah.. e, enggak kok Ma, Robby enggak sedang ada masalah apa-apa.”
“Apa benar? Lalu, kenapa akhir-akhir ini kamu tampak sering melamun, bahkan kemarin, mama lihat kamu sendirian di pinggir danau..”.  mamanya diam sejenak, lalu menambahkan.  “ Oya, gadis itu.. siapa dia?”
Pertanyaan terakhir ini, berhasil membuat Robby kaget dan gelagapan untuk menjawabnya, tidak disangkanya mamanya melihat dia sore kemarin.
“A, anu.. gadis itu, ehm.. dia bernama Alina.”
“Kenapa kamu terlihat gugup hanya untuk sekedar mengucapkan namanya?”. “Ehm.. sepertinya mama tahu, kamu sedang jatuh cinta ya sama gadis itu, siapa tadi namanya? Alina.” tanya mama menggoda.
“Eh, enggak kok Ma, siapa yang lagi jatuh cinta, Mama jangan ngaco ah.. “
“ Kalau enggak jatuh cinta, terus kenapa muka kamu jadi merah gitu?”. “...kamu pikir mama enggak tahu, mama juga pernah merasakan jatuh cinta, jadi mama tahu kalau anak mama ini sepertinya juga sedang mengalami hal itu. Yang perlu mama beritahu, cinta itu hal yang rumit, tapi bila kamu sudah mengenal cinta, kamu juga harus siap untuk menerima pahit atau manis hasil yang akan kamu peroleh dan rasakan. Berusahalah untuk menjadi dewasa, yang mampu menerima kekalahan. Mama tidak akan melarang kamu untuk jatuh cinta, perjuangkan rasa cintamu itu, mungkin saja dia memang jodohmu. Dan lagi umurmu mama rasa sudah cukup untuk merasakan indahnya cinta itu.” ucap mama menasehati sambil tangannya mengusap-usap kepala Robby dengan lembut, kemudian bergegas keluar kamar.
“Ma..!” panggil Robby. “Apa menurut Mama Robby bisa dapetin hati Alina?” tanya Robby berharap.  
“Tidak ada yang tidak mungkin sebelum kita mencobanya, benar bukan? Yang terpenting, kamu harus tetap berusaha, dan jangan lupa untuk berdoa kepada-Nya.” Jawab Mamanya sambil tersenyum, kemudian keluar kamar, kini hanya dia sendiri di kamar itu.

Robby tersenyum, senyum penuh arti dan juga harapan, dalam hatinya Robby telah bertekad bahwa besok dia akan mengungkapkan perasaannya pada gadis jelita itu, gadis berkerudung yang telah berhasil mencuri hatinya. Ya, besok…
***
Seperti biasanya, sore ini pemuda itu terlihat kembali menyendiri dipinggir danau, tapi kali ini dengan perasaan was-was. Tapi tekadnya telah bulat, dia akan menyatakan perasaan cintanya kepada gadis itu hari ini juga. Hal ini telah direncanakannya semalam, Robby juga telah mengirimkan pesan singkat lewat hpnya kepada gadis pujaannya untuk menemuinya di pinggir danau sore ini dan balasan sms itu telah diterimanya, kini Robby hanya perlu menunggu.
Tadi sempat dilihatnya Alina lewat jalan dipinggir danau itu, seperti biasa untuk mengantar adiknya, Fatur, yang duduk di bangku madrasah. Robby akhirnya menunggu , tidak lama kemudian sapaan lembut itu kembali terdengar menyapanya dari belakang.
“Assalamu’alaikum.. sudah lama menunggu ya?” sapa gadis manis itu. Robby berpaling, dan dilihatnya sosok cantik dengan kerudung putih yang berkibar diterpa angin telah berdiri di hadapannya.
“Wa’alaikumsalam.. oh, tidak juga, aku juga belum lama sampai sini.”
“Ehm.. ngomong-omong ada apa Mas memanggil saya untuk bertemu disini, sepertinya ada hal penting.” tanya Alina.
“Ehm, sebaiknya kita duduk dahulu.” ajak Robby. Keduanyapun duduk di salah satu bangku panjang yang terletak di pinggir danau itu, lalu pemuda itu melanjutkan perkataannya. “Be.. begini Al, ada yang ingin aku katakan padamu, ini.. menyangkut perasaanku padamu.” ungkap Robby tergagap, dia kembali merasa grogi di hadapan gadis itu.
“Maksud Mas Robby? Lina kurang mengerti.”
“Begini, maksudku.. a, aku.. aku suka sama kamu Alina.” Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulutnya.
Mendengar kata-kata Robby barusan, membuat Alina hanya dapat tertunduk malu, tak berani dia menatap sosok pemuda yang kini berada disampingnya itu. Rasanya sangat sulit, karena tanpa pemuda itu ketahui, sebenarnya dia sendiri menaruh hati pada Robby, namun, hal itu hanya dipendamnya dalam hati, karena Alina sendiri malu karena Robby merupakan anak seorang konglomerat yang kini berada di wilayah itu, sedangkan dia, bukanlah siapa-siapa. Kini, hari ini, justru pemuda itu mengatakan bahwa dia jatuh cinta padanya, Alina serasa tidak percaya mendengarnya.
“Hei, kenapa melamun.. kamu enggak marahkan kalau aku menyatakan hal ini?”
“Eh, a, apa yang tadi Mas katakana? Maaf saya tadi tidak mendengarkan.” Alina berkata tergagap, dia berusaha untuk tidak terlihat gagap.
“Apa.. kamu mau kalau aku ingin kamu jadi kekasihku? Kamu cukup jawab ya atau tidak.”
Alina hanya terdiam membisu, hal ini sempat membuat ciut nyali Robby untuk dapat diterima oleh gadis itu. Lama menunggu keputusan, Alina akhirnya mulai bersuara.
“Jujur aku bingung untuk menjawabnya, tapi sejujurnya kalau boleh aku mengatakan,  aku juga suka menyukai Mas Robby, tapi takut bila harus mnerima kenyataan pahit.”
Kata-kata Alina itu membuat mata Robby berbinar-binar.
“Ja, jadi apa Alina setuju jadi kekasihku?” Robby bertanya kegirangan. Pelan tapi pasti, gadis berusia 21 tahun itu menganggukkan kepalanya menyetujui.
“Ya, aku mau jadi kekasihmu, tapi berjanjilah Mas tidak akan mengecewakanku.”
“Pasti, pasti aku berjanji takkan pernah mengecewakanmu, Alina. Karena Cuma kamu yang bisa membuatku berubah.” tak terasa, karena rasa senang yang membuncah, membuat Robby serta merta memeluk gadis dihadapannya. Tak henti pemuda itu bersyukur berulangkali, dia bersyukur telah dipertemukan dengan gadis impiannya, Alina Widiastuti.
Dilain tempat yang tidak terlalu jauh, namun tidak dapat diketahui oleh keduanya, sesosok tubuh memperhatikan dua sejoli itu. Sosok bayangan yang sedari tadi mengintai tingkah laku keduanya, yang tidak lain adalah mama Robby, dan sosok itupun hanya tersenyum dan meninggalkan tempatnya bersembunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar