Tatanama
tumbuhan sangatlah penting untuk diketahui dan dimengerti pada tingkat tertentu
demi kemajuan kita bersama, baik lokal maupun tingkat internasional. Namun
demikian nama daerahpun tidak kalah pentingnya walaupun nama lokal tanpa aturan
atau ketentuan. Bahkan masyarakat akan lebih familier menggunakan nama lokal
dan mudah untuk dihapalkan dari pada nama ilmiah.
Nama daerah
dapat menunjuk jenis, varietas atau marga. Setiap daerah mempunyai nama
sendiri-sendiri atau sinonim yang dengan kearifan nenek moyang terbentuk dari
hasil diskusi, pribadi, pertemuan warga, tanpa publikasi atau penghargaan
bahkan tanpa dana berjalan dengan apa adanya. Namun demikian nama daerah
menunjukkan kelemahan tidak universal, dalam publikasi atau komunikasi lebih
meluas, bisa juga diikutkan dalam mendampingi nama ilmiah. Nama berfungsi untuk
komunikasi, jika setiap daerah, bangsa, suku mempunyai nama sendiri, tidak ada keseragaman,
maka akan menjadi tidak beraturan, sehingga terjadi salah pengertian. Maka
perlulah adanya aturan yang universal di seluruh dunia yang dimotori pada
kongres botani internasional 1 di Paris. Sekarang dengan adanya Kode Internasional
Tatanama Botani merupakan kode yang dianut oleh masyarakat dunia demi kemajuan
ilmu pengetahuan.
Peran Kode
Internasional Tatanama Botani (international code of botanical nomenclature)
mengatur istilah dan nama ilmiah, khususnya yang menyangkut takson-takson
tumbuhan untuk komunikasi antar ilmuan dengan menggunakan istilah dan nama
ilmiah yang bersifat universal dan berlaku serta dapat dimengerti oleh siapa
saja yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan
Untuk menerapkan nama-nama ilmiah secara tepat, kita harus menguasai
ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITB yang susunan maupun isinya
menggunakan gaya bahasa yang tidak mudah dipahami oleh ilmuwan pada umumnya. Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITB dapat mengalami perubahan, atau tidak berlaku lagi sebagai akibat usul-usul perubahan, penyempurnaan, penghapusan dan lain-lain dari para ahli Botani. Oleh karena itu, siapapun yang melibatkan diri dengan kegiatan taksonomi tumbuhan, harus selalu mengikuti perkembangan, agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan berubahnya suatu ketentuan atau ketidakberlakuan kembali ketentuan tersebut. Ketentuan KITB dalam pemberian nama pada tumbuhan harus menggunakan nama ilmiah karna sifatnya yang universal sehingga dapat dimengerti oleh setiap negara.
Pemberian nama pada tumbuhan disebut nomenklatur
atau tatanama. Cara pemberian nama itu melibatkan asas-asas yang diatur oleh
peraturan-peraturan yang dibuat dan disahkan Kongres Botani sedunia.
Peraturan-peraturan tersebut secara formal dimuat pada Kode Internasional
Tatanama Tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature). Tujuan utama
sistem ini adalah menciptakan satu nama untuk setiap takson. Kode tatanama ini
membantu dalam pemberian nama bagi kesatuan-kesatuan taksonomi, menjauhi atau
menolak pemakaian nama-nama yang mungkin menyebabkan kesalahan atau
keragu-raguan atau yang menyebabkan timbulnya ketidakpastian dalam ilmu
pengetahuan. Tatanama ini juga bertujuan menghindari terciptanya nama-nama yang tidak perlu.
Pemberian nama pada setiap kesatuan taksonomi tumbuh-tumbuhan tidak menunjukkan ciri-ciri atau sejarahnya, tetapi untuk membantu menentukan tingkat kedudukan taksonominya.
Pemberian nama pada setiap kesatuan taksonomi tumbuh-tumbuhan tidak menunjukkan ciri-ciri atau sejarahnya, tetapi untuk membantu menentukan tingkat kedudukan taksonominya.
Sejarah
Tatanama Tumbuhan
Penamaan pada masa lalu lebih bersifat deskripsi dari suatu tumbuhan karena berisi kata-kata ungkapan untuk menggambarkan ciri tumbuhan yang dimaksud. Oleh karena itu, sistem penamaan bersifat polinomial, yaitu terdiri atas tiga atau lebih kata. Sebagai contoh: Solanum pomiferum fructu rotundo striato molli, yang berarti tumbuhan solanum yang buahnya lebat, bentuknya bulat, beralur dan lunak. Bisa dibayangkan betapa rumitnya untuk berkomunikasi dengan nama yang panjang seperti ini. Berdasarkan hal ini para ahli botani berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistim penamaan tersebut untuk mempermudah komunikasi. Sejak tahun 1753 sistim polynomial digantikan dengan binomial sejak publikasi “Systema Plantarum” oleh Carolus Linnaeus dan berlaku secara internasional. Sistim binomial yaitu sistim penamaan dimana nama jenis terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama genus dan kata kedua merupakan penunjuk jenis atau spesies. Contoh: Zea mays
Penamaan pada masa lalu lebih bersifat deskripsi dari suatu tumbuhan karena berisi kata-kata ungkapan untuk menggambarkan ciri tumbuhan yang dimaksud. Oleh karena itu, sistem penamaan bersifat polinomial, yaitu terdiri atas tiga atau lebih kata. Sebagai contoh: Solanum pomiferum fructu rotundo striato molli, yang berarti tumbuhan solanum yang buahnya lebat, bentuknya bulat, beralur dan lunak. Bisa dibayangkan betapa rumitnya untuk berkomunikasi dengan nama yang panjang seperti ini. Berdasarkan hal ini para ahli botani berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistim penamaan tersebut untuk mempermudah komunikasi. Sejak tahun 1753 sistim polynomial digantikan dengan binomial sejak publikasi “Systema Plantarum” oleh Carolus Linnaeus dan berlaku secara internasional. Sistim binomial yaitu sistim penamaan dimana nama jenis terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama genus dan kata kedua merupakan penunjuk jenis atau spesies. Contoh: Zea mays
Dalam ketentuan KITB pemberian nama pada tumbuhan
harus menggunakan nama ilmiah.
Nama ilmiah adalah ”nama-nama dalam bahasa yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, tanpa memperhatikan dari bahasa mana asalnya kata yang digunakan untuk nama tadi”. Salah satu keuntungan nama ilmiah ialah bahwa penentuan, pemberian atau cara pemakaiannya untuk setiap golongan tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan suatu aturan atau sistim tatanama. Nama ilmiah sifatya universal sehingga dalam pemberian nama suatu tumbuhan dapat dimengerti oleh setiap negara.
Nama ilmiah adalah ”nama-nama dalam bahasa yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, tanpa memperhatikan dari bahasa mana asalnya kata yang digunakan untuk nama tadi”. Salah satu keuntungan nama ilmiah ialah bahwa penentuan, pemberian atau cara pemakaiannya untuk setiap golongan tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan suatu aturan atau sistim tatanama. Nama ilmiah sifatya universal sehingga dalam pemberian nama suatu tumbuhan dapat dimengerti oleh setiap negara.
Sistim binomium mempunyai aturan atau hukum-hukum
tertentu yg harus diterapkan selama sistim itu binomial, hukum-hukum lain yang
harus diterapkan adalaha international rule of botanical nomenclature. Prinsip
dan Peraturan Tatanama Tumbuhan tersebut antara lain :
1. Tatanama botani tidak berhubungan dengan tatanama zoologi. Nama yang sama yangdiberikan pada tumbuhan bisa juga digunakan ahli zoologi pada hewan
2. Pelaksanaan penamaan di dalam kelompok taksonomi ditentukan dengan menggunakan tipetatanama. Tipe untuk famili adalah genus, tipe untuk genus adalah jenis, tipe untuk jenis adalah spesimen dan seterusnya.
3. Tatanama dari kelompok taksonomi haruslah berdasar pada prioritas publikasi, dan namayang benar adalah nama yang telah dipublikasi terlebih dahulu dan mengacu pada aturan-aturan. Tatanama yang telah dipublikasikan lebih dulu harus dipakai sebagai dasar pada publikasi berikutnya.
4. Setiap kelompok taksonomi, batasannya, posisinya dan urutannya bisa membuat satu nama yang benar. Nama ilmiah kelompok taksonomi disajikan dalam bahasa Latin tanpa menghiraukan asalnya.
5. Aturan untuk penamaan genus dan penunjuk jenis sama juga dengan yang lain harus dalam bahasa Latin
6. Aturan tatanama adalah berlaku surut kecuali hal-hal yang kecil.
7. Suatu nama yang sah tidak boleh ditolak karena alas an tidak disukai atau karena kehilangan arti aslinya. Contoh: Hibiscus rosa-sinensis, aslinya bukan di Cina. Perubahan nama hanya boleh dilakukan biala sudah betul-betul diteliti taksonominya.
Komposisi Nama Ilmiah1. Tatanama botani tidak berhubungan dengan tatanama zoologi. Nama yang sama yangdiberikan pada tumbuhan bisa juga digunakan ahli zoologi pada hewan
2. Pelaksanaan penamaan di dalam kelompok taksonomi ditentukan dengan menggunakan tipetatanama. Tipe untuk famili adalah genus, tipe untuk genus adalah jenis, tipe untuk jenis adalah spesimen dan seterusnya.
3. Tatanama dari kelompok taksonomi haruslah berdasar pada prioritas publikasi, dan namayang benar adalah nama yang telah dipublikasi terlebih dahulu dan mengacu pada aturan-aturan. Tatanama yang telah dipublikasikan lebih dulu harus dipakai sebagai dasar pada publikasi berikutnya.
4. Setiap kelompok taksonomi, batasannya, posisinya dan urutannya bisa membuat satu nama yang benar. Nama ilmiah kelompok taksonomi disajikan dalam bahasa Latin tanpa menghiraukan asalnya.
5. Aturan untuk penamaan genus dan penunjuk jenis sama juga dengan yang lain harus dalam bahasa Latin
6. Aturan tatanama adalah berlaku surut kecuali hal-hal yang kecil.
7. Suatu nama yang sah tidak boleh ditolak karena alas an tidak disukai atau karena kehilangan arti aslinya. Contoh: Hibiscus rosa-sinensis, aslinya bukan di Cina. Perubahan nama hanya boleh dilakukan biala sudah betul-betul diteliti taksonominya.
Nama ilmiah suatu jenis merupakan penggabungan 3 hal :
1. Genus, yang ditulis dengan awalan huruf besar
2. Spesies, yang ditulis dengan awalan huruf kecil dan penulisannya terletak dibelakang genus serta dengan huruf miring (jika diketik) dan digaris bawahi (jika ditulis tangan)
3. Author adalah singkatan dari nama penulis binomial yang ditulis setelah nama spesies dengan menggunakan huruf besar. Tujuan pencantuman nama author adalah supaya penunjukan nama suatu takson tepat dan lengkap serta memudahkan penelitian tentang keabsahan nama.
Contoh : Musa paradisiaca, L. (Linnaeus) yang dalam bahasa indonesia disebut pohon pisang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar